Dosen Pengampu :DR. H. HUSEIN SARUJIN, SH, MM, M.Si,
MH.
Mata Kuliah : Pendidikan Bela Negara
KONSEPSI BELA NEGARA
OLEH
KELOMPOK
XII :
Nur Hidayat Rauf
Muh. Alief Agung Rahmatullah
Noer Fadhilla Hamza
Kevin Dylan Prayudi
TEKNIK
DAN INFORMATIKA
FAKULTAS
TEKNIK DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS
PATRIA ARTHA
2017
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Bela
Negara.
Makalah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap
semoga makalah makalah tentang Bela Negara ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
Gowa, 20 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul......................................................................................................
1
Kata Pengantar......................................................................................................
2
Daftar isi................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 4
BAB II ISI............................................................................................................. 7
A.
Konsepsi Bela Negara............................................................................. 7
B.
Tataran Bela Negara.............................................................................. 20
C.
Spektrum Bela Negara.......................................................................... 24
BAB III PENUTUP............................................................................................. 28
A.
Kesimpulan........................................................................................... 28
B.
Saran...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia karena dampak globalisasi kemajuan
teknologi diberbagai bidang seperti komunikasi, informasi, dsb. sangat
berpengaruh terhadap aspek sosial yang mencakup tata nilai dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Produk-produk ilmu pengetahuan dan
teknologi yang masuk dari luar akan membawa nilai-nilai tertentu yang secara
langsung atau tidak akan bersinggungan dengan nilai-nilai yang sudah ada yang
pada akhirnya akan mempengaruhi dan merubah tata nilai yang sudah menjadi
identitas maupun pedoman kehidupan bangsa Indonesia.
Sebagai
contoh nyata kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa adalah
sikap toleransi yang dahulu dikenal sangat tinggi atau beradab dari bangsa
kita, namun dalam perkembangan yang begitu cepat +10 tahun ini yakni dengan
munculnya berbagai konflik sosial dan pada titik kulminasi dengan timbulnya
akan ancaman disintegrasi bangsa.
Dengan
kondisi negara kita yang tengah dilanda krisis berkepanjangan, tercabik dari
berbagai aspek sehingga mengalami keterpurukan, dan sudah tidak terhitung
berapa besar nilai yang sudah dikeluarkan untuk mengatasi berbagai persoalan
diatas. Berbagai teori maupun tindakan riel untuk mengembalikan citra bangsa
kita yang beradab dalam arti penuh kedamaian, kerukunan, apalagi menciptakan
keadilan dan kemakmuran yang bisa dinikmati hingga masyarakat bawah nampaknya
masih sulit. Tetapi yang masih saja melekat antara lain sifat arogansi,
berbagai bentuk penyelewengan dan apa saja yang bertendensi negatip. Sehingga
kalau ada bangsa lain yang menganggap remeh kita, punya ranking tinggi dalam
korupsi, lemah berdiplomasi dengan negara-negara lain, selayaknya kita hadapi
dengan lapang dada tidak perlu marah atau tersinggung dan hal ini bukan berarti
kita tidak punya nyali.
Menjadi
hal yang perlu kita coba pikirkan dan atasi bersama untuk memperbaiki atau
memulihkan bangsa kita yang katanya terpuruk ini, akan dimulai darimana solusi
yang kiranya paling mengena/tepat? Setiap institusi sesuai bidang tugas pokok
masing-masing pada hakekatnya mengandung misi yang sama yaitu membangun bangsa
dan negara ini untuk mencapai tujuan nasional dalam pengertian luas untuk
mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial bagi kepentingan seluruh lapisan
masyarakat dalam wadah NKRI. Dephan misalkan sebagai salah satu Lembaga
Pemerintah mempunyai fungsi menyiapkan sistem pertahanan negara yang handal dan
satu aspeknya adalah bagaimana membangun masyarakat Indonesia sebagai potensi
sumberdaya manusia yang mempunyai ketahanan dan mampu menghadapi tantangan dan
resiko kedepan dalam menjaga keutuhan bangsa ini. Salah satu program Dephan
dalam pembinaa potensi ketahanan SDM tersebut menjadi beban tugas atau
diselenggarakan oleh Ditjen Potensi Pertahanan melalui program penataran tenaga
inti Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (Targati PPBN) bagi para Pamen TNI dan
POLRI. Diharapkan dari program Targati PPBN akan dihasilkan kader-kader dalam
mensosialisasikan kesadaran bela negara di masyarakat minimal dilingkungan
tugas Kesatuan atau keluarga masing – masing. Lingkungan keluarga merupakan
sasaran yang mendasar bagi pemahaman bela negara, mengingat keluarga bisa
dikatakan sebagai unit organisasi terkecil dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
BAB II
ISI
A. Konsepsi Bela Negara
Konsep Bela Negara Di Indonesia – Bela negara
biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara
Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara
merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia. Bela negara
adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia
terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.
Kesadaran bela negara merupakan satu hal yang esensial dan harus
dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia (WNI), sebagai wujud penunaian hak
dan kewajibannya dalam upaya bela negara. Kesadaran bela negara menjadi modal
dasar sekaligus kekuatan bangsa, dalam rangka menjaga keutuhan, kedaulatan
serta kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) mengatur mengenai Upaya Bela Negara yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3):
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara,”
dan Pasal 30 Ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Upaya bela negara harus dilakukan
dalam kerangka pembinaan kesadaran bela negara sebagai sebuah upaya untuk
mewujudkan WNI yang memahami dan menghayati serta yakin untuk menunaikan hak
dan kewajibannya. Bangsa Indonesia ingin pula memiliki peradaban yang unggul
dan mulia. Peradaban demikian dapat dicapai apabila masyarakat dan bangsa kita
juga merupakan masyarakat dan bangsa yang baik (good society and nation),
damai, adil dan sejahtera, sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh para pendiri
bangsa (founding fathers) dalam Pembukaan UUD 1945.
Di sisi lain, bahwa UUD 1945 memberikan landasan serta arah
dalam pengembangan sistem dan penyelenggaraan pertahanan negara. Substansi
pertahanan negara yang terdapat dalam UUD 1945 diantaranya adalah pandangan
bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya, tujuan negara, sistem
pertahanan negara, serta keterlibatan warga negara. Hal ini merefleksikan sikap
bangsa Indonesia yang menentang segala bentuk penjajahan, yang bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusian, keadilan dan kesejahteraan.
Pengertian bela negara di
Indonesia
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai
oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan
undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada
negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat
luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan
baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh
bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi
bangsa dan negara.
Konsep bela negara dapat diartikan secara fisik dan non fisik.
Secara fisik dengan mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh,
secara non fisik dapat didefinisikan sebagai segala upaya untuk mempertahankan
Negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme, yakni kesadaran berbangsa
dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif
dalam memajukan bangsa dan negara.
Unsur Dasar Bela Negara
Unsur dasar bela negara yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Cinta Tanah Air.
2. Kesadaran Berbangsa
dan bernegara.
3. Yakin akan Pancasila
sebagai Ideologi Negara.
4. Rela berkorban untuk
bangsa dan negara
5. Memiliki kemampuan
awal Bela Negara.
Dasar Hukum Bela Negara
Indonesia
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara di
negara Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tap MPR No.VI Tahun
1973 tentang konsep wawasan nusantara dan keamanan nasional.
2. Undang-Undang No.29
tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20
tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun
2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun
2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal
30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3
tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela
negara adalah pelayanan oleh seorang individu atau kelompok dalam tentara atau
milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari
rancangan tanpa sadar militer beberapa negara (misalnya Israel dan Iran)
meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap salah satu
warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperti fisik atau gangguan mental
atau keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer,
biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib militer warganya, kecuali
dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Spanyol dan
Inggris, bela negara dilaksanakan pelatihan militer, biasanya satu akhir pekan
dalam sebulan. Mereka dapat melakukannya sebagai individu atau sebagai anggota
resimen, misalnya Tentara Teritorial Britania Raya. Dalam beberapa kasus milisi
bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan militer, seperti American National
Guard. Di negara lain, seperti Republik Rakyat Cina, Taiwan, Korea dan Israel,
wajib untuk beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas nasional.
Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan cadangan,
kadang-kadang disebut sebagai cadangan militer, yang merupakan kelompok atau
unit personil militer tidak berkomitmen untuk pertempuran oleh komandan mereka
sehingga mereka tersedia untuk menangani situasi tak terduga, memperkuat
pertahanan Negara.
Alasan bela negara
a. Menghormati dan menghargai para pahlawan yang telah berjuang
merebut kemerdekaan.
b. Ingin memajukan Negara.
c. Mempetahankan Negara jangan sampai dijajah kembali.
d. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa di mata dunia
internasional.
Bentuk-bentuk bela negara
a. Secara Fisik
Segala upaya untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan cara
berpartisipasi secara langsung dalam upaya pembelaan negara (TNI Mengangkat
senjata, Rakyat Berkarya nyata dalam proses Pembangunan).
b. Secara Non Fisik
Segala upaya untuk mempertahankan NKRI dengan cara meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan pada tanah air serta
berperan aktif dalam upaya memajukan bangsa sesuai dengan profesi dan
kemampuannya.
Wujud bela negara bagi pelajar
1. Lingkungan Keluarga:
memahami hak dan kewajiban dalam keluarga, menjaga keutuhan dan keharmonisan
keluarga, demokratis, menjaga nama baik keluarga dll.
2. Lingkungan Sekolah:
patuh pada aturan sekolah, berkata dan bersikap baik, bertanggung jawab atas
tugas yang diberikan, tidak ikut tawuran, dll
3. Lingkungan Masyarakat:
aktif dalam kegiatan masyarakat, rela berkorban untuk kepentingan masyarakat.
4. Lingkungan berbangsa
dan bernegara; menghormati jasa pahlawan, berani mengemukakan pendapat,
melestarikan adat dan budaya asli daerah.
Pentingnya Masyarakat memiliki
jiwa bela negara
Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan
mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang
pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa
Indonesia. Indonesia yang memiliki kurang lebih 13.670 pulau memerlukan
pengawas yang cukup ketat. Dimana pengawas tersebut tidak hanya dilakukan oleh
pihak TNI/POLRI saja tetapi semua lapisan masyarakat Indonesia atau bila hanya
mengandalkan TNI/POLRI saja yang persenjataannya kurang lengkap mungkin bangsa
Indonesia sudah tercabik-cabik oleh bangsa lain, atau dengan adanya bela negara
kita dapat mempererat rasa persatuan di antara penduduk Indonesia yang saling
berbhineka tunggal ika.
Sikap bela negara terhadap bangsa Indonesia merupakan kekuatan
negara Indonesia bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional dan
merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional
tersebut dapat berjalan dengan sukses. Oleh karena itu, diperlukan suatu
konsepsi ketahanan nasional yang sesuai dengan karakterristik bangsa Indonesia.
Dengan adanya kesadaran akan bela negara, kita harus dapat memiliki sikap dan
prilaku yang sesuai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa
dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pemuda penerus bangsa hendaknya ditanamkan
sikap cinta tanah air sejak dini sehingga kecintaan mereka terhadap bangsa dan
negara lebih meyakini dan lebih dalam. Dalam sikap bela negara kita hendaknya
mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung di
negara kita, tidak mungkin kita tunjukan sikap bela negara yang bersifat keras
seandainya situasi keamanan nasional terkendali.
Bela negara bisa dilihat secara mikro dan makro sesuai dengan
negara masing-masing elemen kehidupan. Secara mikro, implementasi bela negara
diwujudkan oleh setiap elemen kehidupan dalam bentuk pembelaan terhadap tempat
di mana kaki berdiri dan di mana nafkah sebagai belanja hidup didapat. Ini
berarti, akan adanya perlawanan pada setiap intervensi yang datang dari negara
lain. Dengan bahasa sederhana dapat dinyatakan bahwa menentukan pilihan hidup
adalah hak. Namun, setelah menjatuhkan pilihan maka di situ ada kewajiban yang
harus ditunaikan. Menunaikan kewajiban hidup sebagai manusia yang bermartabat
pada tempat kaki berpijak itulah bentuk bela negara secara mikro ditunjukkan.
Secara makro, bentuk bela negara diwujudkan dengan kemampuan menggerakkan semua
elemen pendukung untuk mencapai tujuan bersama, yaitu terwujudnya masyarakat
yang adil, makmur, aman, tenteram, rukun, damai, bahagia, dan sejahtera. Dengan
demikian, pengambilan keputusan dilakukan dengan mufakat bulat sehingga tidak
ada tempat untuk lari dari tanggung jawab.
Makna bela Negara selalu dipersepsikan terkait dengan upaya
perjuangan bangsa Indonesia menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidup
bangsa Indonesia pada periode-periode berikut:
1. Periode pertama perang kemerdekaan
(1945 – 1949).
Bela negara dipersepsikan dengan perang kemerdekaan. Artinya,
keikutsertaaan warga negara dalam bela negara diwujudkan ikut serta berperan
dalam perang kemerdekaan, baik bersenjata maupun tidak bersenjata.
2. Periode kedua (1950 – 1965).
Dalam menghadapi berbagai pemberontakan dan gangguan-gangguan
keamanan dalam negri, bela negara dipersepsikan identik dengan upaya pertahanan
keamanan, baik bersenjata maupun tidak bersenjata.
3. Periode ketiga (Orde Baru 1966 –
1998).
Dalam upaya menghadapi ATHG, dikembangkan dan diterapkan
konsepsi ketahanan nasional. Oleh karena itu, bela negara dipersepsikan identik
dengan ketahanan nasional. Pada periode ini keikutsertaan warga negara dalam
bela negara diselenggarakan melalui segenap aspek kehidupan nasional.
4. Periode keempat (Orde reformasi 1998 –
sekarang).
Bela negara dipersepsikan sebagai upaya untuk mengatasi berbagai
krisis yang sedang dihadapi oleh segenap bangsa Indonesia. Pada periode ini
keikutsertaan setiap warga negara dalam upaya bela negara disesuaikan dengan
kemampuan dan profesi masing-masing.
Melihat perkembangan dalam
perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini, rasanya cukup berat
beban negara ini dalam menghadapi berbagai persoalan baik menyangkut bidang
politik, ekonomi maupun aspek sosial lain. Terlebih dalam menghadapi berbagai
bentuk tantangan dan ancaman terhadap keutuhan wilayah kedaulatan keutuhan
wilayah kedaulatan negara yang pada mulanya masih atau hanya bersifat fisik,
akan tetapi pada saat ini sudah berkembang menjadi bersifat multi dimensi yang
bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama
maupun keamanan yang banyak kaitannya dengan kejahatan internasional seperti
terorisme, narkoba, imigran gelap, pencurian sumber daya alam,dsb.
Disisi lain akibat berbagai faktor
menyebabkan adanya kecenderungan masyarakat kita akan menipisnya rasa cinta
tanah air, menurunnya jiwa patriotisme dan nasionalisme serta rasa persatuan
dan keutuhan bangsa. Sebagai salah satu pendekatan koseptual dalam mengatasi
berbagai persoalan bangsa tersebut diatas adalah membangkitkan kembali
kesadaran kita pada semangat persatuan bangsa, nasionalisme maupun patriotisme
melalu upaya kesadaran bela negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pengertian bela negara oleh kalangan umum (awam) sebenarnya tidak
semata-mata hanya dipahami sebagai upaya dalam bentuk fisik mengangkat senjata
atau hal-hal yang bersifat militerisme. Dalam hal ini konsepsi bela negara juga
mengandung dimensi pengertian yang cukup luas yang pada hakekatnya merupakan
hubungan baik (sikap toleransi tinggi) sesama warga negara hingga pada
kebutuhan bersama dalam menangkal berbagai bentuk ancaman musuh baik yang
berasal dari dalam atau luar negeri terhadap keutuhan kedaulatan negara
kesatuan RI. Konsepsi bela negara ini tidak lepas dari konsepsi tentang
ketahanan nasional kita.
Menurut RM Sunardi dalam Pengantar
Teori Ketahanan Nasional, konsepsi analitik tentang Ketahanan Nasional adalah
kondisi dinamik satu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional didalam mengatasi
dan menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik dari luar
maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung akan membahayakan
integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan
mengejar tujuan perjuangan nasional. Dalam implementasinya untuk mewujudkan
ketahanan nasional telah menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan
dalam upaya melindungi eksistensi dan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika dalam
wadah NKRI. Secara mendasar pemahaman tentang bela negara itu terdapat didalam
pasal 9 UURI No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan sebagai yang telah
diamanatkan pula dalam UUD tahun 1945 baik yang sudah diamandemen dalam pasal
27, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara.
Peluang ancaman keutuhan wilayah kedaulatan RI.
Peluang ancaman keutuhan wilayah kedaulatan RI.
Rasanya masih terngiang ditelinga
kita atas putusan dari Mahkamah Internasional (MI) di Den Haag Belanda pada
bulan Desember 2002 tentang kepemilikan P. Sipadan dan P. Ligitan sebagai
putusan yang sah tidak dapat diganggu gugat lagi, bahwa kedua pulau tersebut
sekarang resmi menjadi milik Malaysia. Putusan tersebut sebenarnya tidak
terlalu mengejutkan apabila kita mempelajari jauh sebelumnya atas status kedua
pulau itu. Beberapa pakar ada yang mempre-diksi sebelumnya bahwa putusan MI
tersebut akan dimenangkan oleh Malaysia, walaupun menurut Ir. Suwarno P Raharjo
Msi sebagai Direktur Perbatasan Depdagri dalam Berita Perbatasan Depdagri setelah
Oral Hearings di MI pada bulan Agustus 2002, diperkirakan dari data/faktor
yuridis, historis, geografis maupun faktor lain perbandingan kemenangan
diperhitungkan akan dipihak RI dengan peluang score 52,5% dengan 47,5%.Apabila
orang Malaysia yang menghitung tentunya akan berbeda pula hasilnya.
Dibalik kenyataan itu, nampaknya
kita tidak pernah menghitung berapa nilainya kalau suatu obyek yang
disengketakan itu telah dibina, dipelihara, walaupun kedua pulau itu dinyatakan
status quo. Penggalangan dan pembinaan atas kedua pulau tersebut sudah
dilakukan pihak Malaysia selama + 30 tahun, sehingga wajar pula kalau pihak
Malaysia berdaya upaya untuk memperjuangkan kepemilikannya, sehingga faktor
inilah yang nampaknya mempunyai kredit point yang tinggi dalam pengambilan
keputusan sidang MI. Kini sudah berlalu dan kita menerima kenyataan tersebut,
sehingga langkah berikutnya tentunya kita perlu merevisi kembali wilayah
yurisdiksi nasional melalui kerjasama penetapan batas internasional dengan
Malaysia. Sementara peluang-peluang yang serupa atas ancaman keutuhan wilayah
kedaulatan maupun yurisdiksi nasional negara kita di beberapa bagian/wilayah
lain masih ada.
RI memiliki batas wilayah dilaut
dengan 10 negara tetangga, yaitu dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura,
Vietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia dan Timor Leste berbatasan dengan RI
di darat. Baik perbatasan di laut maupun di darat masalah penegasan dan
penetapan batas internasional tersebut sampai sekarang belum tuntas karena
masih ada kantung-kantung sepanjang garis batas yang belum tertutup (belum ada
kesepakatan bersama dalam penentuan batas negara maupun yang bermasalah).
Sebagai contoh, di perbatasan darat antara RI – Malaysia di Kalimantan terdapat
10 permasalahan batas yang masih perlu penyelesaian. Di beberapa lokasi
sepanjang wilayah perbatasan kedua negara ini kehidupan sosial ekonomi
masyarakatnya antar RI dengan Malaysia mempunyai perbedaan yang cukup tajam.
Misalkan saja di Entikong Kalimantan Barat dengan Tebedu di wilayah negara
bagian Sarawak Malaysia, dimana tempat-tempat tinggal ataupun usaha masyarakat
Entikong nampak kumuh dan pola tata ruangnya juga belum tertata dengan baik,
sebaliknya di Tebedu pola tata ruang nampak lebih rapi, nyaman dan tidak kumuh.
Di wilayah sepanjang perbatasan
negara ini juga tidak asing lagi rawan akan illegal logging. Illegal trading
dan ilegal apa saja yang bisa berpeluang mendatangkan keuntungan bagi
pihak-pihak tertentu. Hal-hal demikianlah bagi masyarakat perbatasan kita yang
pada umumnya tidak sejahtera, akan sangat mudah sekali terkontaminasi atau
terkena dampak negatif tersebut. Sehingga tidak mustahil akan berdampak lebih
jauh melunturnya rasa nasionalisme, jiwa patriotisme, rasa persatuan dan
keutuhan bangsa, cinta tanah air termasuk pemahaman akan kesadaran bela negara.
Memang, solusi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah dengan menumbuhkan
lagi “sense of belongin” atau rasa/semangat memiliki oleh masyarakat kita
terhadap keutuhan bangsa dan negara yang salah satu manifestasinya adalah
tegaknya wilayah kedaulatan dan yurisdiksi negara RI.
Namun persoalannya kembali lagi
apabila melihat kondisi negara kita yang masih dilanda krisis, sehingga bagi
masyarakat bawah yang tidak punya penghasilan tetap seperti di masyarakat
perbatasan atau di tempat-tempat marginal lain bagaimana akan tabah dan mampu
menjaga rasa persatuan maupun keutuhan bangsa dan isi kekayaan (sumber daya)
alam negara, sementara untuk makan dan papan yang layak huni saja mereka masih
kesulitan sehingga pada gilirannya tidak ada jalan lain kecuali merambah hutan
atau sumberdaya alam lain tanpa peduli akan resikonya.
Hal-hal tersebut yang merupakan
gambaran/realita kondisi kita dewasa ini, sehingga dengan konsepsi bela negara
diatas, tentunya yang sangat krusial menjadi tantangan pemerintah adalah
bagaimana upaya peningkatan kesejahteraan dan keadilan hukum bagi masyarakat
bawah agar pemahaman akan cinta tanah air dalam arti luas tidak lagi diracuni
dengan tindakan-tindakan negatip atau yang bersifat ilegal (melanggar hukum).
Belum lagi dihadapkan sejumlah konflik sosial lain seperti kerusuhan atau
gejolahk yang terjadi di wilayah tanah air seperti kasus Maluku, Aceh, Papua
yang merupakan ujud nyata bentuk ancaman di dalam negeri yang sangat
membahayakan terhadap rasa persatuan bangsa dan keutuhan wilayah NKRI.
KESIMPULAN
Konsep bela negara dapat
diartikan secara fisik dan non fisik. Secara fisik dengan mengangkat senjata
menghadapi serangan atau agresi musuh, sedangkan secara non fisik dapat
didefinisikan sebagai segala upaya untuk mempertahankan negara dengan cara
meningkatkan rasa nasionalisme yakni kesadaran berbangsa dan bernegara,
menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan
bangsa dan negara. Guna menjamin tetap tegaknya Negara Republik Indonesia dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara, maka sumber daya manusia menjadi titik
sentral yang perlu dibina dan dikembangkan sebagai potensi bangsa yang mampu
melaksanakan pembangunan maupun mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan (ATHG) yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, hak dan kewajiban harus sejalan, hak-hak yang telah
diberikan oleh Negara harus disertai pemahaman dan kesadaran akan kewajiban
yang dilakukan oleh warga Negara dan hak yang diatur oleh Negara juga harus
memberikan ruang kesadaran bagi warga Negara untuk menunaikan kewajibannya.
Pencerdasan kehidupan bangsa sebagai amanat UUD 1945 harus dijabarkan secara
arif. Kecerdasan kehidupan bangsa tidak hanya dalam arti fisik atau material,
tetapi juga psikis dan spiritual, artinya bahwa proses mencerdaskan dalam
konteks keilmuan, harusdibarengi dengan proses mencerdaskan watak kebangsaan
sebagaimana diamalkan dalam pembukaan UUD 1945. Kemerdekaan kebangsaan
Indonesia yang hendak mencerdaskan kehidupan kebangsaan, dilakukan dengan
menanamkan kesadaran tentang identitas, karakter dan integritas, serta jati
diri bangsa.
Kesadaran bela Negara merupakan
sikap moral dan implementasi profesionalisme, sehingga dalam aktualisasinya
mampu menjadikannya sebagai unsur utama kekuatan bangsa dalam menghadapi
ancaman militer. Pendidikan kewarganegaraan merupakan upaya untuk menumbuhkan
sikap perilaku bela Negara yang mencakup pembangunan sikap moral dan watak
bangsa serta pendidikan politik kebangsaan. Pembangunan sikap moral dan watak
bangsa memberikan ikatan dasar yang dapat mendukung ide kewarganegaraan
tersebut, memberikan arahan sikap dan perilaku karena dapat memberikan kerangka
orientasi nilai. Orientasi nilai yang dilandasi nilai-nilai komunal
(nilai-nilai kebangsaan) yang disepakati merupakan ikatan maya, yang jika
tertanam dalam sanubari tiap warga Negara justru dapat mengikat kuat karena
menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
B. Tataran bela Negara
Bela negara adalah sebuah konsep yang
disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang
patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara
dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Secara fisik, hal
ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau
agresi dari pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara
non-fisik konsep ini diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam
memajukan bangsa dan negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial maupun
peningkatan kesejahteraan orang-orang yang menyusun bangsa tersebut.
Landasan konsep bela negara adalah adanya
wajib militer. Subyek dari konsep ini adalah tentara atau perangkat pertahanan
negara lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari
rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel, Iran)
dan Singapura memberlakukan wajib militer bagi warga yang memenuhi syarat
(kecuali dengan dispensasi untuk alasan tertentu seperti gangguan fisik, mental
atau keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer,
biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib militer warganya, kecuali dihadapkan
dengan krisis perekrutan selama masa perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika
Serikat, Jerman, Spanyol dan Inggris, bela negara dilaksanakan pelatihan
militer, biasanya satu akhir pekan dalam sebulan. Mereka dapat melakukannya
sebagai individu atau sebagai anggota resimen, misalnya Tentara Teritorial
Britania Raya. Dalam beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan
cadangan militer, seperti Amerika Serikat National Guard.
Di negara lain, seperti Republik China
(Taiwan), Republik Korea, dan Israel, wajib untuk beberapa tahun setelah
seseorang menyelesaikan dinas nasional.
Sebuah pasukan cadangan militer berbeda
dari pembentukan cadangan, kadang-kadang disebut sebagai cadangan militer, yang
merupakan kelompok atau unit personel militer tidak berkomitmen untuk
pertempuran oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk menangani
situasi tak terduga, memperkuat pertahanan negara.
sosialisasi Tataran Dasar Bela Negara pada
dasarnya adalah sebagai suatu upayamemberikan pengetahuan yang pada akhirnya
dapat mewujudkan sikap danperilaku Bela Negara yang dilandasi Wawasan
Kebangsaan. Untuk itu jadikanlahBela Negara sebagai Gerakan Nasional bagi
Bangsa Indonesia, agar Persatuan danKesatuan Bangsa di dalam Kebhinekaan tetap
terjaga, guna utuhnya NegaraKesatuan Republik Indonesia.Hal ini disampaikan Direktur
Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan(Dirjen Pothan Dephan) Bambang
Murgiyanto, MSc dalam amanatnya yangdibacakan Direktur Pembinaan Kesadaran Bela
Negara Brigjen TNI Ibnu Hadjar,pada penutupan Sosialisasi Tataran Dasar Bela
Negara bagi Pejabat Eselon IV dilingkungan Depdagri, Depnakertrans dan unsur
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)dilingkungan Depsos, Jum'at (10/10 ) di Aula
Ditjen Pothan Dephan, Jl. Tanah Abang Timur no. 8 Jakarta.Lebih lanjut Drjen
Pothan Dephan mengatakan, Penanaman Kesadaran Bela Negaraadalah sebagai bagian
dari suatu proses pembinaan Sumber Daya Manusia yangtidak akan pernah berhenti,
senantiasa berlanjut dan berkesinambungan sertadisesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang berkembang dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.Menurut Bambang Murgiyanto, MSc, sumbangsih yang dilakukan bagi
tumbuhnyaKesadaran Bela Negara tidak lain adalah wujud dari keikutsertaan dalam
upaya BelaNegara itu sendiri. ?Oleh karena itu upaya Pembinaan Kesadaran Bela
Negarahendaknya terus dilaksanakan dilingkungan masing-masing secara berlanjut
danberkesinambungan? Ujarnya.Pelaksanaan Sosialisasi Tataran Dasar Bela Negara
berlansung selama empat haridengan materi meliputi, PP tentang Bendera, Lambang
Negara dan Lagukebangsaan RI, Wawasan Nusantara, Wawasan Kebangsaan, Ketahanan
Nasional.Selain itu juga mendapatkan penjelasan tentang Pembinaan Potensi
Pertahanan, UUNo.3 tahun2002 tentang Pertahanan Negara RI, Terorisme dan
Penanggulangannyaserta Pelaksanaan Ham di Indonesia.
Kewajiban Bela Negara Bagi Semua Warga
NegaraIndonesia - Pertahanan Dan Pembelaan Negara
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada
pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang
pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau
kita wajib ikut serta
Apabila nilai-nilai bela negara telah
menjadi kesadaran setiap warga negara Indonesia, maka keselamatan bangsa dan
negara terjaga, kemandirian dan kesejahteraan bangsa dapat terbangun, sehingga
bangsa Indonesia mampu mewujudkan kehidupannya sejajar atau sederajat dengan
bangsa maju lainnya.
Oleh karena itu, lanjut Dirjen Pothan,
melalui kegiatan Bimnis PKBN bagi Ormas dan Parpol ini diharapkan akan lahir
kader-kader pembinaan kesadaran bela negara yang memiliki dedikasi tinggi dan
mampu berperan aktif dalam menyebarluaskan kesadaran bela negara di lingkungan
masing-masing.
Bimnis PKBN bagi Ormas dan Parpol Tingkat
Pusat Tahun Anggaran 2008 diikuti sebanyak 65 orang yang berasal dari 18 Ormas
dan 10 Partai Politik. Dalam kegiatan Bimnis PKBN ini menghadirkan para
penceramah dari Dephan, Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah mada
(UGM).
Selama mengikuti kegiatan ini, para
peserta mendapatkan beberapa materi antara lain tentang kebijakan dan strategi
pembinaan potensi pertahanan, tataran dasar bela negara, peran Parpol dan Ormas
dalam upaya bela negara, pengembangan kepribadian masyarakat Indonesia dalam
rangka menjaga keutuhan NKRI dan komunikasi sosial politik. (BDI/HDY)
C.
Spektrum
bela Negara
Apa
itu Spektrum??. Spektrum adalah sebuah keadaan atau harga yang tidak terbatas
hanya pada suatu set harga saja tetapi dapat berubah secara tak terbatas di
dalam sebuah kontinum. Kata ini ber-evolusi dari kata bahasa Latin, spectre,
yang berarti hantu, tetapi arti modern sekarang berasal dari penggunaannya
dalam ilmu alam.
Penggunaan
pertama kata spektrum dalam ilmu alam adalah di bidang optik untuk
menggambarkan pelangi warna dalam cahaya tampak ketika cahaya tersebut
terdispersi oleh sebuah prisma, dan sejak itu diterapkan sebagai analogi di
berbagai bidang lain. Kini istilah itu dipakai juga untuk menggambarkan rentang
keadaan atau kelakuan yang luas yang dikelompokkan bersama dan dipelajari di
bawah sebuah topik untuk kemudahan diskusi, misalnya 'spektrum opini politik',
atau 'spektrum kerja dari sebuah obat', dan lain sebagainya. Pada penggunaan
ini, harga-harga di dalam sebuah spektrum tidak perlu digambarkan secara tepat
sebagai sebuah bilangan sebagaimana dalam bidang optik.
Dalam
penggunaan spektrum yang paling modern, terdapat 'tema pemersatu' di antara
ekstrem-ekstrem di kedua ujung.
Demikin
juga dengan spectrum bela Negara, dalam menghadapi ancaman harus diketahui
watak ancaman. Ketentuan perundangan yang berlaku, misalnya UU. RI. No. 3 tahun
2002 tentang Pertahanan Negara, tersirat pemahaman ancaman serta
multidimensional, tanpa pembatasan apakah itu ancaman bersifat militer ataupun
non-militer. UU. RI NO. 34 tahun 2004 tentang TNI, membatasi peran utama TNI
untuk menghadapi ancaman milter (bersenjata).
Sedangkan
implementasi menghadapi ancaman non-militer dilakukan melalui spectrum lunak,
yang dapat dilakukan dalam profesi masing warga Negara. Wujudnya dilakukan
dengan sungguh-sungguh memegang teguh etika profesi yang mencerminkan dari
sikap moral dan kesadaran profesionalismenya dalam mendukung politik kebangsaan
dan pertahanan.
Jadi
spektrum bela Negara sangat luas mulai yang paling halus sampai dengan yang
paling keras. Mulai dari hubungan baik sesame warga sampai bersama-sama
menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Bela Negara semestinya tidak dipahami
sebagai upaya bersifat militer, apalagi semata-mata tugas TNI, selayaknya bela
Negara menjadi kewajiban segenap warga Negara sesuai dengan kemampuan dan
profesinya.
Unsur
Dasar Bela Negara
1. Cinta Tanah Air
2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi
negara
4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
5. Memiliki kemampuan awal bela negara
Contoh-Contoh
Bela Negara :
1. Melestarikan budaya
2. Belajar dengan rajin bagi para pelajar
3. Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
4. Mencintai produk-produk dalam negeri
Unsur
Dasar Bela Negara
1.
Cinta Tanah Air
2.
Kesadaran Berbangsa & bernegara
3.
Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4.
Rela berkorban untuk bangsa & negara
5.
Memiliki kemampuan awal bela Negara
Dasar
Hukum
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau
kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan,
tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa
dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara:
1.
Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
Nasional.
2.
Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat
3.
Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara Rl.
Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1988.
4.
Tap MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5.
Tap MPR No. VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6.
Amandemen UUD ’45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
7.
Undang-Undang No.3 tahun 2002 tenteng Pertahanan Negara.
Hak
dan Kewajiban dalam Bela Negara
Dengan
hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat
berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam
wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1.
Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2.
Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan
tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesadaran akan bela negara bagi
setiap warga negara Indonesia yang antara lain diwujudkan melalui PPBN yang
merupakan bagian dari sistem pendidikan kewarganegaraan negara adalah merupakan
tanggung jawab bersama atau secara institusional (interdep) perlu disosialisasikan
secara meluas dan konseptual dalam arti perlu didukung lagi dengan seperangkat
peraturan perundang-undangan lain seperti yang diamanatkan dalam pasal 9 UURRI
No. 3 seperti ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar
militer wajib, maupun pengabdian sesuai dengan profesi. Tidak kalah penting dan
akan menjadi hal fundamental adalah aspek kesejahteraan bagi masyarakat
diberbagai lapisan bawah, sehingga ada keseimbangan antara upaya menumbuh
kembangkan kesadaran bela negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang seiring dengan aspek ketahanan nasional. Dalam menghadapi
berbagai bentuk ancaman terhadap keutuhan wilayah NKRI tidak sedikit dana yang
harus dikeluarkan.
Upaya
penggalangan/pembinaan masyarakat seperti di wilayah perbatasan negara maupun
di wilayah-wilayah yang rawan konflik sosial yang pada hakekatnya mempunyai
potensi ancaman keutuhan wilayah kedaulatan negara perlu mendapat perhatian /
prioritas penanganan utama bagaimanapun sulit dan berat beban negara/pemerintah
yang harus dipikul. Resiko akan kehilangan pulau-pulau lain di sepanjang
perbatasan negara atau wilayah yang bermasalah, mudah-mudahan bisa diantisipasi
lebih baik dan lebih profesional lagi.
B.
Saran
Disarankan bagi pembaca untuk menjadi Makalah
“Pendidikan Bela Negara” ini menjadi salah satu rujukan untuk mempelajari lebih
mandala tentang Bela Negara.
DAFTAR PUSTAKA
https://denbambang.files.wordpress.com/
dimensiancamanpertahanandankedaulatannkri.html
http://chyrun.com/konsep-bela-negara-di-indonesia/